Saint Malo, Kotanya Bajak Laut
"Wow....kapal pirate (bajak laut).."!! teriak Adam anak sulung kami begitu sampai di pintu gerbang kota Saint Malo.
Kota Saint Malo di Bretagne memang terkenal sebagai kota bajak laut di masa kerajaan. Tapi ada bedanya. Bajak laut biasa membajak kapal untuk merampok hartanya demi kepentingan pribadi. Sementara bajak laut Malouin (orang Saint Malo) mereka merebut kapal serta merampas hartanya untuk kepentingan Raja Perancis. Istilahnya mereka bekerja untuk kerajaan.Para corsaire (istilah bahasa Perancisnya untuk membedakan dengan istilah bajak laut biasa) mereka diperbolehkan menggunakan kekerasan hingga membunuh awak kapal dalam aksi perampohannya, namun tindakan ini dinyatakan legal karena mereka melakukannya atas nama raja.
Aneh memang tapi begitulah kenyataan. Dan penduduk Saint Malo begitu bangga dengan masa lalunya. Tapi kalau mereka disebut dirinya keturunan bajak laut, langsung merah padam mukanya karena bagi mereka istilah pirate dengan corsaire memiliki perbedaan. Pirate adalah perampok identik dengan kejahatan dan corsaire adalah prajurit kerajaan. Meskipun bagi saya intinya sama saja, sama-sama merampok.Bajak laut kerajaan ini tidak sembarang merampas kapal laut. Kapal laut yang berhubungan dengan kerajaan dilarang disentuh namun kapal asing terutama inggris menjadi sasaran utama.
Sebelum memasuki pintu gerbang kota tua Saint Malo, kota yang dikelilingi oleh pelabuhan ini, mata kita akan dipertemukan dengan kapal corsaire (bajak laut kerajaan). Begitu besar, mempesona dan yang terpenting asli. Bukan kapal buatan yang sengaja dipajang untuk turis. Tentunya kapal bajak laut ini sudah mengalami renovasi agar lebih indah dipandang mata dan juga menunjukan bagaimana aslinya ketika kapal-kapal kerajaan itu berlayar di samudra yang diisi oleh para pembajak kerajaan yang siap bertempur merampas kapal dan harta kapal lain.
Bila ingin lebih mengenal dari dekat kita bisa melihat hingga ke dalam kapal laut, namun tentunya harus merogoh kantung terlebih dahulu. Sayangnya saya lupa berapa euros yang saya sudah keluarkan untuk kami, yang saya ingat lumayan mahal. Tapi melihat anak-anak begitu bersemangat hingga tak berhenti berteriak 'wahhhh...wow....olala...' uang yang kami keluarkan menjadi tak terlalu berarti, buktinya saya sampai lupa berapa harga tiket masuk.
Puas menjelajahi kapal corsaire, saatnya bagi kami berempat mengunjungi kota tua Saint Malo yang selalu didatangi turis mancanegara lebih dari 200.000 orang di musim panas. Setelah mendatangi kantor turis informasi mulailah kami berjalan kaki menyelusuri Saint Malo.
Sepertinya angket yang menyatakan jika musim panas kota bajak laut ini banjir manusia tepat adanya. Karena saat kami datang, bertepatan dengan pasar kota sehingga di hari biasa saja kota ini sudah padat dengan turis ditambah dengan pasar kota yang diadakan setiap jumat lengkaplah sudah pandangan kami hanya dipenuhi oleh orang-orang yang berlalu lalang.
Butik dan restoran di kanan kiri sepanjang jalan memang tak terlalu enak untuk berjalan kaki bila yang dicari adalah kenyamanan menyibak pesona kotanya. Kota ini memang surga bagi mereka yang mencari oleh-oleh. Karena dari mulai makanan khas setempat hingga barang kerajinan di sini kita bisa menemukan dengan mudah.
Akhirnya kami memutuskan untuk ikutan seperti turis lainnya, membeli sedikit cendera mata bagi keluarga. Apa saja yang bisa dibawa sebagai oleh-oleh? Yang utama adalah ikan sardin!! Benar kota Bretagne terkenal dengan ikan sardinnya. Ikan sardin yang disajikan dalam kemasan kaleng sangat menarik ini laris manis bukan main. Padahal harga yang ditawarkan bisa tiga kali lipat dari harga ikan sardin yang ada di supermarket biasa. Namun kemasan cantik dan katanya nih, ikan sardin dari Bretagne khususnya dari Saint Malo nikmatnya tak ada duanya.
Memang benar, toko yang menjual ikan kalengan yang saya datangi, membuat saya jadi panik! Padahal saya sama sekali tak suka ikan sardin kalengan, tapi melihat bagaimana ikan kecil-kecil ini masuk dalam kaleng berwarna-warni membuat pengunjung yang tadinya hanya melihat-lihat pastilah akan membeli barang satu atau dua kaleng karena terayu dengan tataan apik dari kaleng-kaleng cantik yang terpajang, contohnya saya ini.
Tadinya hanya mau lihat-lihat saja, yang ada keluar dari toko bukan lagi satu kaleng tapi satu kantong besar berisi kalengan sardin dan juga kalengan dari makanan laut lainnya. Dan Adam anak sulung kami pakai acara ikutan ribut ingin mencicipi ikan sardin tanpa duri khusus untuk anak-anak. Padahal selama ini setiap kali ayahnya menawarkan ikan sardin dirinya malah menjulurkan lidah karena tak suka...
Boleh dibilang hingga jam makan siang perjalanan kami hanya diisi dengan berbelanja ria. Karena lusa kami sudah harus meninggalkan kota Bretagne maka kami pakai juga kesempatan di kota ini untuk membeli beberapa souvenir untuk keluarga dan tentunya kami sendiri. Saya membeli dua miniatur mercu suar untuk di rumah kami di Jakarta. Adam dan Bazile membeli kapal bajak laut dan yang tak ketinggalan adalah magnet khas kota sini untuk lebih meramaikan pintu lemari es kami yang sudah padat dengan magnet dari berbagai penjuru negara dan kota.
Waktu sudah menunjukan pukul satu siang. Anak-anak mulai merengek kelaparan. Satu persatu restoran kami datangi. Jangan kaget melihat harganya yang bikin kesal, mahal! Kami bermaksud untuk menikmati kerang laut yang sangat terkenal di kota Saint Malo. Di kota saya Montpellier misalnya, bila berbelanja di supermarket maka kerang laut dari kota Saint Malo inilah yang menjadi jaminan mutu. Karena rasanya sangat gurih, hanya direbus saja sudah nikmat sekali.
Tapi justru di Saint Malo ini kami kesusahan mencari makanan. Karena banyak restoran yang sudah penuh dipesan sejak pagi hari. Salah kami memang, begitu sampai harusnya memesan tempat di salah satu restoran, jadi tidak usah seperti saat itu, keliling kota hanya mencari tempat makan.
Tanpa sengaja kami melihat diujung jalan buntu sebuah papan restoran terpampang. Kami datangi, ternyata sebuah restoran kecil dengan dekorasi lucu yaitu berbagai miniatur tokoh dalam film dan komik. Dan terdapat sebuah lemari buku penuh dengan komik bacaan bagi pengunjung restoran. Nasib untung, masih terdapat tempat bagi kami dan menu yang ditawarkan tak terlalu mahal, apalagi memang saat itu menunya adalah kerang laut serta kentang goreng seperti yang kami incar sejak tadi.
Selama kami makan, terus terang kami tak bisa menyembunyikan rasa nikmat dari kerang yang masuk ke mulut kami. Hemmmmm begitu gurih..c'est très bon! (enak sekali). Anak-anak kami sampai lahap benar menyantap makan siangnya. Apalagi mereka merasa begitu nyaman berada di restoran dengan dekorasi yang menyenangkan. Dan makanan penutup yang kami pesan yaitu crepe dengan mentega gula ciri khas Bretagne, membuat acara makan siang kami menjadi sempurna.
Saking enaknya sampai saat ini saya masih ingat benar nama restoran kecil itu, yaitu Quai des Crêpes. Dan tepat di seberang restoran itu terdapat sebuah toko yang menjual mentega tradisional khas Bretagne. Di dalam toko tersebut kita bisa melihat bagaimana mereka mengolah mentega serta peralatan sejak jaman dulu terpanjang lengkap dengan informasinya, dan pengunjung tak dikenakan biaya apapun, kecuali bila membeli mentega...
Kini saatnya menyibak dari dekat kota Saint Malo. Kota ini menyandang nama dari seorang pendeta yang bernama Mac low. Pendeta Mac Low yang kemudian menjadi uskup inilah yang membuat kota yang dulunya bernama Aleth menjadi terkenal berkat jalinan kemanusiaan. Di tahun 1944 akibat perang, kota Saint Malo mengalami kehancuran hingga 80 persen, hampir seluruhnya bisa dikatakan. Dan kemudian dibangun ulang kembali. Maka banyak yang berkata bila kota Saint Malo tak lagi asli. Biarpun boleh dibilang kota ini merupakan kota ulangan namun tak menghilangkan pesonanya.
Kota yang berada di Bretagne ini sangat terkenal dengan sejarah pelayarannya. Menjadi salah satu pelabuhan penting bagi para nelayan, perdagangan dunia dan juga sebagai pusat untuk perjalanan wisata. Kota pelabuhan ini dikelilingi oleh benteng raksasa. Selain berfungsi untuk melindungi dimasa perang, juga karena kota ini selalu dilandai oleh badai lautan dari pasang surutnya samudra yang kerap menerjang kota ini dengan tajamnya. Berkat pasang surut yang sangat mencolok inilah tenaga listrik pertama kali dibangun di kota ini.
Setiap 6 jam, kita bisa melihat perubahan dari pasang surut Samudra Atlantik. Bagaimana pantai berpasir bisa kita jelajahi dengan kaki lalu beberapa jam kemudian pantai tak nampak lagi karena tertutup oleh air laut.
Pemandangan ini saya lihat bagaikan sebuah pertunjukan alam. Saat kami berada di atas benteng yang dikelilingi oleh tembok raksasa, dari kejauhan saya dikejutkan oleh sebuah kolam renang raksasa dari alam terbangun menyatu dengan lautan begitu mempesona. Saat itu air laut mulai pasang maka kami bisa melihat dengan jelas bagaimana kolam renang raksasa itu yang tadinya terlihat jalanan kecil menuju papan luncur mulai tenggelam dan akhirnya kolam renang alam itu menyatu sepenuhnya dengan lautan. Sayang sekali, kami tak membawa perlengkapan renang kami dan udara bagi kami saat itu cukup dingin tapi bagi penduduk mereka yang berada di Perancis utara, udara saat itu terbilang panas.
Sepanjang tembok raksasa ini berbagai patung peninggalan bersejarah akan kita jumpai. Di Saint Malo tak hanya satu benteng yang bisa kita jumpai terdapat beberap benteng. Namun sayangnya tergantung kepada pasang surut air laut. Bila sedang surut tentu saja dengan mudah kita bisa mencapai benteng lainnya menjorok kelautan. Saat itu air sedang naik maka kami tak bisa melihat benteng lainnya. Hanya benteng Le Bastion Saint Louis yang bisa kami kunjungi, itupun sudah sangat besar.
Menyelusuri benteng yang dikelilingi tembok raksasa dan melihat kejauhan dimana samudra membentang luas, seolah diri ini bagaikan raksasa yang dikelilingi oleh miniatur. Bila sejak tadi kami merasa sedikit sesak oleh lautan manusia di tengah kota kini kami bisa menghirup udara segar lautan dan mata kami akan diteduhkan oleh birunya air laut yang berkilau terkena pantulan matahari.
Terasa begitu relaks diri ini. Tak heran bila kota ini terdapat begitu banyak spa air laut yang konon kabarnya sangat manjur untuk melenturkan kembali tubuh. Dan memang kebanyakan dari golongan jet set yang sengaja datang ke kota ini guna berlibur sambil merelakskan badan guna mendapatkan kembali kesegaran tubuh.
Kami sendiri tak butuh spa, karena hanya melihat dan menghirup udara segar dari samudra atlantik sudah membuat kami merasa santai dan segar. Liburan kami ke Bretagne ternyata menghasilkan banyak hal positif bagi kami.Selain pengetahuan dan pengalaman bertambah juga di sini badan serta jiwa kami menjadi segar.